Rabu, 06 September 2017

Mengenal Sosok Gaib Penunggu Gunung Merapi

Misteri Gunung Merapi
Kawasan Gunung Merapi berada di perbatasan Magelang Yogyakarta. Gunung yang terkenal dengan kegagahannya tersebut pernah menggegerkan masyarakat sekitarnya dengan letusannya yang paling ngeri selama ini yaitu tahun 2010 lalu. Meskipun demikian, ternyata Gunung Merapi juga merupakan salah satu gunung yang banyak dijadikan sebagai wahana pendakian. Namun siapa sangka gunung yang terkenal dengan keindahannya itu menyimpan banyak sekali kisah-kisah misteri dunia gaib di dalamnya. Di antara misteri dunia gaib Gunung Merapi yang membuat bulu kuduk merinding adalah kisah makhluk halus sebagai penunggu gunung merapi yaitu Nyai Gadung Melati, Eyang Sapu Jagad, dan Kyai Petruk.

Berbagai cerita hal keangkeran  Gunung Merapi memang tidak akan ada habisnya. Karena menurut mitos yang beredar di masyarakat, Gunung Merapi adalah pusatnya keraton Jin di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai mitos Nyai Gadung Melati yang merupakan penunggu Gunung keraton Merapi dan sebagai pimpinan wanita di keraton tersebut.

Nyai Gadung Melati akan hadir dalam mimpi masyarakat lereng Merapi. Dirinya akan menampakkan dirinya sebagai perempuan yang sangat cantik parasnya. Misteri dunia gaib Nyai Gadung Melati diabadikan di museum Vulkanologi yang terdapat arca Nyai Gadung Melati. Konon kabarnya Nyai Gadung Melati dikutuk menjadi arca oleh seorang lelaki yang bernama Ki Ageng Sukuh. Beliau merasa dikhianati tidak jadi dijadikan sebagai suami Sang Nyai setelah permintaannya untuk membuat taman dan perairan sampai ke pekarangan rumah sang Nyai terpenuhi.

Batu Alien
Karena hal tersebut, ki Ageng Sukuh marah dan mengutuk Nyai Gadung Melati menjadi arca. Masyarakat setempat percaya bahwa roh dari Nyai Gadung Melati masih hidup dan sangat menyayangi masyarakat lereng Merapi. Hal ini dibuktikan dengan sosoknya yang selalu hadir dalam mimpi. Menurut kepercayaan masyarakat. Ketika Nyai Gadung Melati hadir dalam mimpi, maka itu pertanda bahwa sebentar lagi merapi akan meletus.

Tokoh misteri dunia gaib merapi yang juga sangat melekat di hati masyarakat sekitar Gunung Merapi yang berikutnya adalah Eyang Sapu Jagad. Eyang sapu Jagad ini dipercaya sebagai penunggu dan penjaga kawah Gunung Merapi. Beliaulah yang bertugas menentukan iya dan tidaknya kawah merapi meletus. Biasanya beliau akan memberitahukannya melalui juru kunci merapi.

Asal-usul dari eyang sapu jagad ini konon kabarnya merupakan sebuah endhog (telur) yang diberikan kepada Juru Taman oleh Panembahan Senopati. Akhirnya Ki Juru Taman memakannya dan berubah menjadi raksasa yang mengerikan. Kemudian atas perintah Panembahan Senopati, raksasa tersebut menjadi penunggu gunung Merapi dengan sebutan Eyang Sapu Jagad. Dalam tugasnya Eyang Sapu Jagad dibantu oleh Kyai Grinjing Wesi dan Kyai Grinjing Kawat.

Gunung Merapi memang banyak sekali menyimpan kisah misteri dunia gaib. Ada lagi sosok mistis lain yang disebut Kyai Petruk. Kyai Petruk adalah penjaga gunung Merapi yang sangat fenomenal pada saat peletusan Merapi di tahun 2010. Asap letusan gunung merapi yang membumbung tinggi dan membentuk segumpalan asap yang mirip dengan tokoh Petruk dalam dunia pewayangan ini.

Mitos yang beredar di tengah masyarakat apabila telah muncul asap yang menyerupai tokoh petruk tersebut, maka berarti Kyai Petruk sebagai makhluk halus penjaga Merapi telah memberi isyarat bahwa Merapi akan meletus dengan letusan yang besar. Dan benar, tahun 2010 Merapi meletus besar-besaran. Sampai sekarang Kyai Petruk dipercaya sebagai pemberi wangsit atau pertanda kapan Merapi akan meletus dan juga memberi saran terhadap masyarakat agar selamat dari letusan Gunung Merapi.

 Misteri dunia gaib sebenarnya selalu ada di sekitar kita. Namun semua tergantung seberapa besar kita mempercayainya. Selain 3 makhluk halus penjaga Gunung Merapi tersebut, masih banyak makhluk halus lainnya dan tempat-tempat angker di Gunung Merapi dan sekitarnya. Hal ini maklum saja, karena Gunung Merapi terkenal sebagai pusat kerajaan jin di Indonesia yang masih berhubungan kerajaan laut panti Selatan.  Benarkah?

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria


Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585



Jejak Historis Sriwijaya Di Bukit Siguntang

Bukit Siguntang
Berdasarkan dalam kitab sejarah raja-raja melayu yang ditulis di Perlis, Malaysia, disebutkan ada suatu daerah yang terletak di Muara Sungai Tatang, daerah ini yang kemudian dikenal dengan nama Palembang. Kemudian di bagian hulu Sungai Muara Tatang terdapat Sungai Melayu yang airnya mengalir ke Sungai Tatang, di dekat Sungai Melayu inilah menjulang sebuah bukit yang dikenal dengan nama Bukit Siguntang.

Bukit Siguntang merupakan tempat yang dianggap suci dan penuh kharisma sejak abad 14-17. Di tempat ini terdapat makam para tokoh keturunan Kerajaan Srwijaya. Tidak heran jika kawasan Bukit Siguntang menjadi salah satu destinasi wisata sejarah, terutama mengenai sejarah Kerajaan Sriwijaya yang pernah menjadi pusat kegiatan agama Buddha di nusantara.
Bukit yang berada pada ketinggian sekitar 27 meter di atas permukaan laut dengan luas sekitar 12,8 hektar ini berlokasi di Jalan Srijaya Negara, Keluruhan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. pada masa kolonial Belanda, Bukit Siguntang dianggap sebagai tempat yang paling indah di Palembang. Di bukit ini terdapat makam keturunan Kerajaan Sriwijaya, antara lain Segentar Alam, Puteri Kembang Dadar, Puteri Kembang Selako, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus karang, Panglima Tuan Junjungan, Pangeran Raja Batu Api, dan Panglima Jago Lawang.
Bukit Siguntang
Segentar Alam merupakan sosok yang dianggap perkasa keturunan Iskandar Zulkarnain. Dirinya merupakan pembawa petuah yang berhasil membawa kemakmuran dan kejayaan bagi wilayahnya. Tidak jauh dari makam Segentar Alam terdapat makam Puteri Kembang Dadar. Secara etimologi, nama Puteri Kembang Dadar berasal dari tiga kata, yaitu puteri yang dapat diartikan sebagai panggilan kehormatan bagi seorang perempuan. Sementara kembang dapat diartikan sebagai bunga, yaitu karunia alam yang gemari dan dikagumi banyak orang. Sedangkan dadar bermakna ujian. Jadi secara harfiah, Puteri Kembang Dadar merupakan gelar yang dapat diartikan sebagai puteri yang dimuliakan dan dikagumi karena mampu menahan ujian dan segala macam cobaan.
Selain menjadi tempat pemakaman bagi para keturunan Kerajaan Sriwijaya, menurut catatan sejarah, Bukit Siguntang sejak abad ke-7 telah menjadi tempat ibadah penganut Buddha. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya arca Buddha dengan tinggi mencapai 2,77 meter yang terbuat dari batu granit.
Benda bersejarah lain yang ditemukan di sekitar Bukit Siguntang adalah pecahan-pecahan tembikar dan keramik peninggalan Dinasti Tang. Penemuan pecahan keramik dan tembikar di kawasan Bukit Siguntang juga membuktikan bahwa, selain digunakan sebagai pusat kegiatan agama Buddha yang dilakukan oleh para Bikshu dan Sanggha, di pemukiman ini juga diyakini terdapat pemukiman warga. Untuk kepentingan pelestarian benda-benda penemuan tersebut kemudian disimpan di Museum Balaputera Dewa dan sebagian lagi di Museum Sriwijaya yang ada di Kompleks Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan menemukan menara pandang yang terletak tepat di tengah-tengah Bukit Siguntang. Dari menara ini akan terlihat jelas pemandangan di sekitar bukit. Pada bagian yang lain juga terdapat relief-relief yang menginformasikan tentang banyak hal, seperti misalnya seorang pendeta yang sedang belajar agama Buddha, prasasti pendirian Kerajaan Sriwjaya, suasana yang menggambarkan kemakmuran pada masa Kerajaan Sriwijaya, kapal Sriwijaya yang melambangkan kekuasaannya di atas laut, hingga cerita tentang penumpasan bajak laut oleh Laksamana Cheng Ho dan pasukannya di perairan Sungai Musi.
Siapa yang sangka, dahulu di Kota Palembang terdapat sebuah bukit yang sejuk dikelilingi pepohonan. Tempat yang menjadi petilasan banyak tokoh dari masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Bahkan konon Sultan Mahmud Badaruddin II pernah mengajak para pemimpin yang ada di pedalaman Palembang untuk bersumpah setiap kepada kesultanan di atas Bukit Siguntang. 

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 


Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585


Alas Purwo, Kerajaan Lelembut di Tanah Jawa

Gerbang Alas Purwo
Keberadaan tempat wisata religi Alas Purwo Banyuwangi, merupakan salah satu taman nasional terbesar di Indonesia yang di dalamnya terdapat ribuan fauna dan flora berbagai jenis. Alas Purwo juga disebut tempat wingit karena ada banyaknya misteri tak terpecahkan yang sedari dulu sudah terdengar desas-desusnya. Banyak orang yang sengaja mendatangi tempat wingit ini untuk melakukan ritual-ritual khusus dengan maksud dan tujuan tertentu.\


Hutan ini juga dipercaya sebagai tempat berkumpulnya para jin yang tersebar di nusantara dan membentuk kerajaan jin di sana. Konon jika ada orang yang tersesat dan masuk ke kerajaan tersebut, maka dia tidak akan bisa keluar dalam kondisi selamat dan jika pun selamat maka ia akan mendapatkan musibah atau bahkan kecelakaan di kemudian hari. Orang yang meninggal ketika masuk ke tempa twingit ini konon juga tidak bisa ditemukan jasad tubuhnya.
  

Oleh karena itu, orang-orang yang berani datang ke Alas Purwo diyakini bahwa mereka mungkin sedang mempelajari ilmu gaib atau mungkin akan melakukan pertapaan. Ada 40 goa lebih yang tersebar di dalam hutan keramat ini dan goa-goa itulah yang dipakai sebagai tempat bertapa. Para raja-raja terdahulu juga sering berkumpul, menyepi, ataupun bertukar pikiran di sana.
Di antara goa yang ada di sana, Goa Istana merupakan goa yang paling terkenal karena Presiden RI pertama, Bapak Soekarno, pernah melakukan pertapaan di sana untuk mencari ketenangan. Entah benar atau tidak, cerita yang berkembang di masyarakat dulu hingga sekarang adalah dalam pertapaan yang dilakukan oleh Soekarno, beliau juga bertemu dengan Nyi Roro Kidul, Sang Penguasa Laut Selatan.

Meski disebut Taman Nasional, nyatanya tak semua orang berani mendatangi Alas Purwo Banyuwangi karena keangkeran dan kemistisan yang begitu lekat. Jika Anda penasaran dengan lokasi ini, ada baiknya lakukan persiapan matang dengan meminta pendapat dari masyarakat lokal agar tidak salah langkah.


Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 



Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585





Misteri dan Keangkeran Jembatan Eretan, Indramayu

Bagi masyarakat Indramayu, pasti tak asing mendengar jembatan tua bernama Jembatan Eretan. Jembatan ini masuk dalam daftar bangunan tua karena dulunya dibangun pada masa penjajahan Jepang. Bagi masyarakat Eretan, jembatan tersebut merupakanjembatan angker yang sedari dulu sering menelan korban jiwa.

Kecelakaan yang sering terjadi di tempat angker di Indramayu ini rata-rata adalah kendaraan berkecepatan tinggi. Bagi masyarakat di sana, cepatnya kendaraan yang melintas di sana bukanlah sebuah keputusan yang baik karena hendaknya mereka “permisi” terlebih dahulu kepada penunggu di sana. Karena ketika “mereka” merasa terganggu, tak segan kendaraan yang lewat akan dibuat celaka.

Oleh karena itu, pengendara yang sering lewat Jembatan Eretan memilih untuk berkendara aman dan menyalakan klakson beberapa kali sebagai tanda berpamitan kepada penunggu di sana. Memang tak jauh dari Jembatan Eretan angker ada pemakaman kecil yang diyakini asal muasal penunggu di sana.

Misteri Jembatan Eretan dulu agaknya berbeda dengan sekarang. Ketika jalanan dulu belum seramai sekarang, banyak becak yang sering berlalu-lalang mengantar penumpang menyebrangi jembatan. Kejadian seram terjadi ketika malam hari dan sering menimpa tukang becak yaitu saat akan melintas jembatan, mereka akan mendapati penumpang yang minta diantarkan ke tempat tujuan.
 
Tanpa ragu, tukang becak mengantarkan penumpang sesuai tujuan. Namun ketika sampai di tempat, tiba-tiba saja penumpang menghilang dan tukang becak berada di area kuburan. Padahal para tukang becak yang pernah menjadi korban mengaku bahwa yang dilihatnya pertama adalah deretan rumah tapi setelah penumpang turun, keadaan berubah.
Misteri Jembatan Eretan masih dipercaya hingga kini. Oleh karena itu, para pengendara yang akan lewat di sana hendaknya mengurangi kecepatan dan menyalakan klakson. Jika Anda penasaran seberapa angker jembatan tersebut, silakan langsung ke lokasi berikut.


Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 



Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585



Babad Mentaok

Bangunan  Saksi Alas Mentaok
Mentaok merupakan sebuah alas (hutan) lebat yang tidak perpenghuni, masuk wilayah kekuasaan kerajaan Pajang dengan penguasanya adalah Sultan hadiwijoyo atau yang lebuh dikenal dengan sebutan Joko Tingkir. Berdasarkan pitutur, Alas Mentaok   diberikan oleh Sultan Hadiwijoyo (Raja Pajang) kepada Ki Ageng Pemanahan tidak secara cuma-cuma, namun diberikan sebagai hadiah sayembara dari Sultan Hadiwijoyo tentang siapa saja yang berhasil membunuh Aryo Penangsang (Adipati Jipang Panolan), seorang yang terkenal sakti karena merupakan anak angkat dan murid kesayangan dari Sunan Kudus, maka kemudian terjadi perang tanding antara Danang Sutowijoyo (anak Ki Ageng Pemanahan, yang pada saat perang tanding masih berumur sekitar 15 tahun) dengan Aryo Penangsang di pinggir sungai bengawan sore, selanjutnya perang tanding tersebut berhasil dimenangkan oleh Danang Sutowijoyo, dengan terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Danang Sutowijoyo dengan menggunakan tombak Kyai Pleret (tombak pemberian dari Sunan Kalijogo, sesaat sebelum Danang Sutowijoyo berangkat perang tanding melawan Aryo Penangsang). Kemudian disusunlah strategi oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Mertani dan Ki Penjawi, sehingga kemudian Sultan Hadiwijoyo memberi Ki Penjawi Kadipaten Pati dan Ki Ageng Pemanahan diberi bumi Hutan Mentaok. (Danang Sutowijoyo kecilnya bernama Bagus  Srubut, kemudian setelah diangkat anak oleh Sultan Hadiwijoyo, maka Sultan Hadiwijoyo memberi nama Danang Sutowijoyo)

Perjuangan belum selesai, karena setelah Sultan Hadiwijoyo memberikan bumi Pati kepada Ki Penjawi, bumi Hutan Mentaok setelah beberapa tahun belum juga diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan sempat kecewa dengan sikap Sultan Hadiwijoyo tersebut, yang terpengaruh oleh ramalan Sunan Giri bahwa jika bumi Hutan Mentaok diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan, maka bumi Hutan Mentaok akan menjadi sebuah kerajaan besar, yang akan menurunkan raja-raja di tanah jawa. Selanjutnya atas bantuan Sunan Kalijogo maka kemudian bumi Hutan Mentaok akhirnya diberikan oleh Sultan Hadiwijoyo kepada Ki Ageng Pemanahan.  

Setelah Ki Ageng Pemanahan (kecilnya bernama Bagus Burhan) diberi hadiah ‘Tanah Perdikan’ Alas Mentaok (Hutan Mentaok) oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo (Raja Pajang), maka kemudian pada tahun 1556 Masehi, Ki Ageng Pemanahan mulai membangun Hutan Mentaok dan menjadi sebuah pemukiman Desa Mataram, yang berada disekitar ‘pohon beringin putih’ yang ditanam Sunan Kalijogo (sekarang pohon beringin putih tersebut, letaknya berada didepan Masjid Agung Kotagede), sesuai amanah dan pesan dari Sunan Kalijogo.

Ki Ageng Pemanahan atau Ki Gede Pemanahan atau Ki Ageng Mataram adalah putra dari Ki Ageng Henis (Ki Ageng Nis). Ki Ageng Henis adalah putra dari Ki Ageng Selo (kecilnya bernama Bagus Sunggam).

Ki Ageng Pemanahan menikah dengan ‘sepupunya sendiri’, yakni Nyai Sabinah, putri dari Nyai Ageng Saba. Bahwa Nyai Ageng Saba adalah kakak kandung dari Ki Ageng Henis. Selanjutnya Ki Ageng Pemanahan menurunkan Bagus Srubut atau Danang Sutowijoyo atau setelah menjadi Raja Mataram dengan gelar adalah Wong Agung Ngeksigondo atau Senopati Loring Pasar. Dan setelah menjadi Raja Pertama Mataram mempunyai gelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo. Kraton Panembahan Senopati yang bertahta di Kota Gede (daerah sebelah selatan kota Yogyakarta).

Kemudian setelah Panembahan Senopati wafat digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang, yang setelah diangkat menjadi Raja bergelar Panembahan Hanyakrawati. Kraton Panembahan Hanyakrawati berada di Kota Gede. Panembahan Hanyakrawati meninggal pada saat berburu di hutan krapyak, sehingga mendapat julukan Panembahan Seda Krapyak.  Pada saat itu, posisi Putra Mahkota yakni Mas Rangsang sedang tidak berada di Kraton Kota Gede. Maka kemudian untuk mengisi jabatan Raja dan supaya tidak menimbulkan instabilitas (kekacauan politik), maka Joko Umbaran atau Pangeran Purboyo (anak dari Panembahan Senopati dengan Rara Lembayung. Rara Lembayung adalah anak dari Ki Ageng Giring) mempunyai inisiatif untuk mengisi sementara jabatan Raja Mataram. Kemudian Pangeran Purboyo memerintahkan untuk segera menjemput Mas Rangsang dari Padepokan Jalasutro Bayat. Padepokan Jalasutro Bayat dipimpin oleh Sunan Bayat. Bahwa Sunan Bayat adalah murid Sunan Kalijogo, yang sebelumnya menjadiAdipati Semarang.

Istana Air, Kota Gede
Kemudian setelah Mas Rangsang berada di Kraton Mataram Kota Gede, maka kemudian Mas Rangsang diangkat oleh Pangeran Purboyo menjadi Sultan Mataram dengan gelar Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusumo Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo. Kemudian Sultan Agung memindahkan Kraton Mataram dari Kota Gede kedaerah Kerto (sebelah barat Pleret). Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, perkembangan Kerajaaan Mataram mengalami kemajuan pesat, baik dari sisi ekonomi, kemiliteran maupun seni dan budaya. Bahkan dari sejarah, maka satu-satunya sultan atau raja yang berani menyerang VOC sampai langsung ke Batavia adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo saja. Dan dari dokumen-dokumen rahasia yang disimpan di Museum Belanda, sebenarnya saat itu VOC hampir saja kalah. Namun demikian, VOC sama sekali tidak pernah menyerang Sultan Agung sampai langsung ke Kerto (pusat kerajaan Mataram era Sultan Agung Hanyokrokusumo).


Trahing Kusumo Rembesing Madu, Hamemayu Hayuning Bawono.
Ya Alloh.. Penuhilah dan cukupkanlah apa yang menjadi cita-cita dan kebutuhanku beserta seluruh anak cucuku sampai akhir jaman.
Amin Yaa Robbal Alamiin.


Pendirian Kerajaan Mataram Kotagede Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dari peran serta dan perjuangan dari Sunan Kalijogo, yang setelah sekian lama membentuk persekutuan “Jolosutro” sebagai “suatu wadah secara diam-diam” dari keturunan-keturunan dan laskar-laskar Majapahit yang bermukim di pedalaman-pedalaman sebelah tengah bagian selatan pulau jawa, yang dipimpin oleh Sunan Bayat yang bertempat tinggal di puncak Gunung Jabalkat-daerah Tembayat (salah satu tempat di wilayah Kabupaten Klaten), pasca berdirinya Kerajaan Demak Bintoro oleh Raden Patah (nama kecilnya Jin Bun). Maka kemudian eksistensi Sunan Bayat tidak disukai oleh Kerajaan Demak Bintoro, bahkan masjid yang didirikan Sunan Bayat di puncak Gunung Jabalkat, atas perintah dari Kerajaan Demak Bintoro harus diturunkan ke sekitar bawah Gunung Jabalkat.

Bukan tidak mungkin, jika sebenarnya Danang Sutowijoyo telah dipilih dan direncanakan oleh Sunan Kalijogo, untuk di kemudian hari dapat menjadi raja di tanah jawa, sebagai wujud dari “eksistensi pemenuhan hak” dari trah Prabu Brawijoyo V Majapahit untuk bertahta di tanah jawa. Untuk dapat melihat hal tersebut, maka sangat tepat jika kita mengamati dari “faktor genotif atau keturunan “. Bahwa Ki Ageng Pemanahan adalah anak dari Ki Ageng Nis atau Ki Ageng Henis, kemudian Ki Ageng Nis adalah anak dari Ki Ageng Selo, yang terkenal dapat memegang kilat atau beledek. Kemudian Ki Ageng Selo adalah keturunan dari Bondan Kejawen, Bondan Kejawen adalah anak dari Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Selo bertempat tinggal di daerah Selo, yang saat ini termasuk wilayahdari Kabupaten Purwodadi (Jawa Tengah).

Pada masa mudanya, Joko Tingkir atau setelah menjadi Raja di Pajang dengan bergelar Sultan Hadiwijoyo pernah lama berguru kepada Ki AgengSelo di Selo-Purwodadi, oleh karena itu hubungan antara Joko Tingkir dengan Ki Ageng Pemanahan adalah sangat akrab seperti halnya kakak beradik. Bahkan Joko Tingkir menganggap Ki Ageng Pemanahan adalah sebagai kakaknya. Ikatan hubungan yang sangat akrab, diantara Joko Tingkir dengan Bagus Burham (Ki Ageng Pemanahan) tidak dapat terpisahkan dari hubungan “ persaudaraan dan cita-cita bersama“ dari seluruh keturunan Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit.

Hal tersebut yang akhirnyamembuat Sultan Hadiwijoyo memberikan hadiah berupa tanah perdikanhutan (alas) mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan, karena telah berjasa dalam membunuh Adipati Jipang Panolan yang bernama Aryo Penangsang. Dimana selanjutnya, hutan mentaok yang merupakan tanah perdikan tersebut, dikemudian hari menjadi sebuah kerajaan yang bernama Mataram. Mataram berasal dari kata Moto (mata) dan Arum (wangi) dengan pusat kerajaan di Kotagede. Danang Sutowijoyo setelah menjadi Raja Mataram di Kotagede bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo.

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 



Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585


Menelisik Dunia Alam Gaib dan Suasana Kehidupannya

D alam dunia ini sebenarnya memiliki tujuh macam alam ghaib dan kehidupan, termasuk alam yang dihuni oleh manusia. Masing-masing alam dit...