Bangunan Saksi Alas Mentaok |
Perjuangan belum selesai, karena
setelah Sultan Hadiwijoyo memberikan bumi Pati kepada Ki Penjawi, bumi Hutan
Mentaok setelah beberapa tahun belum juga diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan.
Ki Ageng Pemanahan sempat kecewa dengan sikap Sultan Hadiwijoyo tersebut, yang
terpengaruh oleh ramalan Sunan Giri bahwa jika bumi Hutan Mentaok diberikan
kepada Ki Ageng Pemanahan, maka bumi Hutan Mentaok akan menjadi sebuah kerajaan
besar, yang akan menurunkan raja-raja di tanah jawa. Selanjutnya atas bantuan
Sunan Kalijogo maka kemudian bumi Hutan Mentaok akhirnya diberikan oleh Sultan
Hadiwijoyo kepada Ki Ageng Pemanahan.
Setelah Ki Ageng Pemanahan (kecilnya
bernama Bagus Burhan) diberi hadiah ‘Tanah Perdikan’ Alas Mentaok (Hutan
Mentaok) oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo (Raja Pajang), maka
kemudian pada tahun 1556 Masehi, Ki Ageng Pemanahan mulai membangun Hutan
Mentaok dan menjadi sebuah pemukiman Desa Mataram, yang berada disekitar ‘pohon
beringin putih’ yang ditanam Sunan Kalijogo (sekarang pohon beringin putih
tersebut, letaknya berada didepan Masjid Agung Kotagede), sesuai amanah
dan pesan dari Sunan Kalijogo.
Ki Ageng Pemanahan atau Ki Gede
Pemanahan atau Ki Ageng Mataram adalah putra dari Ki Ageng Henis (Ki Ageng
Nis). Ki Ageng Henis adalah putra dari Ki Ageng Selo (kecilnya bernama Bagus
Sunggam).
Ki Ageng Pemanahan menikah dengan
‘sepupunya sendiri’, yakni Nyai Sabinah, putri dari Nyai Ageng Saba. Bahwa Nyai
Ageng Saba adalah kakak kandung dari Ki Ageng Henis. Selanjutnya Ki Ageng
Pemanahan menurunkan Bagus Srubut atau Danang Sutowijoyo atau setelah
menjadi Raja Mataram dengan gelar adalah Wong Agung Ngeksigondo atau
Senopati Loring Pasar. Dan setelah menjadi Raja Pertama Mataram mempunyai
gelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo. Kraton
Panembahan Senopati yang bertahta di Kota Gede (daerah sebelah
selatan kota Yogyakarta).
Kemudian setelah Panembahan Senopati
wafat digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang, yang setelah diangkat
menjadi Raja bergelar Panembahan Hanyakrawati. Kraton Panembahan Hanyakrawati
berada di Kota Gede. Panembahan Hanyakrawati meninggal pada saat berburu di
hutan krapyak, sehingga mendapat julukan Panembahan Seda Krapyak. Pada
saat itu, posisi Putra Mahkota yakni Mas Rangsang sedang tidak berada di Kraton
Kota Gede. Maka kemudian untuk mengisi jabatan Raja dan supaya tidak
menimbulkan instabilitas (kekacauan politik), maka Joko Umbaran atau Pangeran
Purboyo (anak dari Panembahan Senopati dengan Rara Lembayung. Rara Lembayung
adalah anak dari Ki Ageng Giring) mempunyai inisiatif untuk mengisi sementara
jabatan Raja Mataram. Kemudian Pangeran Purboyo memerintahkan untuk segera
menjemput Mas Rangsang dari Padepokan Jalasutro Bayat. Padepokan Jalasutro
Bayat dipimpin oleh Sunan Bayat. Bahwa Sunan Bayat adalah murid Sunan Kalijogo,
yang sebelumnya menjadiAdipati Semarang.
Istana Air, Kota Gede |
Kemudian setelah Mas Rangsang berada
di Kraton Mataram Kota Gede, maka kemudian Mas Rangsang diangkat oleh Pangeran
Purboyo menjadi Sultan Mataram dengan gelar Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan
Agung Hanyakrakusumo Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo.
Kemudian Sultan Agung memindahkan Kraton Mataram dari Kota Gede kedaerah Kerto
(sebelah barat Pleret). Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, perkembangan
Kerajaaan Mataram mengalami kemajuan pesat, baik dari sisi ekonomi, kemiliteran
maupun seni dan budaya. Bahkan dari sejarah, maka satu-satunya sultan atau
raja yang berani menyerang VOC sampai langsung ke Batavia adalah Sultan Agung
Hanyokrokusumo saja. Dan dari dokumen-dokumen rahasia yang disimpan di Museum
Belanda, sebenarnya saat itu VOC hampir saja kalah. Namun demikian, VOC sama
sekali tidak pernah menyerang Sultan Agung sampai langsung ke Kerto (pusat
kerajaan Mataram era Sultan Agung Hanyokrokusumo).
Trahing Kusumo Rembesing Madu,
Hamemayu Hayuning Bawono.
Ya Alloh.. Penuhilah dan cukupkanlah
apa yang menjadi cita-cita dan kebutuhanku beserta seluruh anak cucuku sampai
akhir jaman.
Amin Yaa Robbal Alamiin.
Pendirian Kerajaan Mataram Kotagede
Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dari peran serta dan perjuangan dari Sunan
Kalijogo, yang setelah sekian lama membentuk persekutuan “Jolosutro” sebagai
“suatu wadah secara diam-diam” dari keturunan-keturunan dan laskar-laskar
Majapahit yang bermukim di pedalaman-pedalaman sebelah tengah bagian selatan
pulau jawa, yang dipimpin oleh Sunan Bayat yang bertempat tinggal di puncak
Gunung Jabalkat-daerah Tembayat (salah satu tempat di wilayah Kabupaten
Klaten), pasca berdirinya Kerajaan Demak Bintoro oleh Raden Patah (nama
kecilnya Jin Bun). Maka kemudian eksistensi Sunan Bayat tidak disukai oleh
Kerajaan Demak Bintoro, bahkan masjid yang didirikan Sunan Bayat di puncak
Gunung Jabalkat, atas perintah dari Kerajaan Demak Bintoro harus diturunkan ke
sekitar bawah Gunung Jabalkat.
Bukan tidak mungkin, jika sebenarnya
Danang Sutowijoyo telah dipilih dan direncanakan oleh Sunan Kalijogo, untuk di
kemudian hari dapat menjadi raja di tanah jawa, sebagai wujud dari “eksistensi
pemenuhan hak” dari trah Prabu Brawijoyo V Majapahit untuk bertahta di tanah
jawa. Untuk dapat melihat hal tersebut, maka sangat tepat jika kita
mengamati dari “faktor genotif atau keturunan “. Bahwa Ki Ageng
Pemanahan adalah anak dari Ki Ageng Nis atau Ki Ageng Henis, kemudian Ki Ageng
Nis adalah anak dari Ki Ageng Selo, yang terkenal dapat memegang kilat atau
beledek. Kemudian Ki Ageng Selo adalah keturunan dari Bondan Kejawen,
Bondan Kejawen adalah anak dari Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit.
Ki Ageng Selo bertempat tinggal di daerah Selo, yang saat ini termasuk wilayahdari Kabupaten Purwodadi (Jawa
Tengah).
Pada masa mudanya, Joko Tingkir atau
setelah menjadi Raja di Pajang dengan bergelar Sultan Hadiwijoyo pernah lama
berguru kepada Ki AgengSelo di Selo-Purwodadi, oleh karena itu hubungan
antara Joko Tingkir dengan Ki Ageng Pemanahan adalah sangat akrab seperti
halnya kakak beradik. Bahkan Joko Tingkir menganggap Ki Ageng Pemanahan adalah
sebagai kakaknya. Ikatan hubungan yang sangat akrab, diantara Joko Tingkir
dengan Bagus Burham (Ki Ageng Pemanahan) tidak dapat terpisahkan dari
hubungan “ persaudaraan dan cita-cita bersama“ dari seluruh
keturunan Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit.
Hal tersebut yang akhirnyamembuat
Sultan Hadiwijoyo memberikan hadiah berupa tanah perdikanhutan (alas) mentaok kepada
Ki Ageng Pemanahan, karena telah berjasa dalam membunuh Adipati
Jipang Panolan yang bernama Aryo Penangsang. Dimana selanjutnya, hutan
mentaok yang merupakan tanah perdikan tersebut, dikemudian hari menjadi sebuah kerajaan
yang bernama Mataram. Mataram berasal dari kata Moto (mata) dan Arum (wangi)
dengan pusat kerajaan di Kotagede. Danang Sutowijoyo setelah menjadi Raja
Mataram di Kotagede bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah
Syayiddin Panotogomo.
Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 -
08122908585
Tidak ada komentar:
Posting Komentar